Kebijakan, Hukum, dan Regulasi di Bidang Media Baru II : Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
Photo by charlesdeluvio on Unsplash |
A. Pendahuluan
Kemajuan teknologi yang semakin hari berkembang begitu pesat dipengaruhi
oleh perkembangan globalisasi. Dengan kemunculan internet, manusia tanpa sadar
telah menciptakan kehidupan baru di dalamnya yang kita sebut sebagai dunia cyber.
Sama halnya dengan dunia yang kita tinggali saat ini, di luar banyaknya dampak
positif dari internet dan dunia cyber, maka dampak negatifnya pun juga ada dan
banyak. Oleh sebab itu untuk melindungi pengguna, pemerintah mengeluarkan UU
ITE yang mengatur serta memberi sanksi terhadap pelaku kejahatan cyber. Dasar dari
UU ITE adalah terkait kemerdekaan berpendapat dan memperoleh informasi melalui
Teknologi yang ada tujukan sebagai tujuan demi kesejahteraan umum, dan
mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberi rasa aman, keadilan, dan kepastian
hukum bagi pengguna sistem elektronik.
B. Media Sosial
Media sosial atau bisa kita sebut dengan new media merupakan hasil dari
teknologi yang diciptakan oleh manusia. Media sosial juga merupakan wujud
representasi budaya pop. Media sosial saat ini menjadi bagian penting dalam
kehidupan manusia terutama dalam proses berkomunikasi termasuk penyampaian dan
penerimaan pesan, pengendalian penyampaian dan penerimaan informasi, dan pilihan
- pilihan lain yang sesuai dengan keinginan penggunanya (Watie, 2016). Media sosial
memiliki 7 karakteristik yaitu network, information, archive, interactivity, simulation
of society, user-generated content, dan share/sharing. 6 jenis media sosial adalah
social networking, blog, microblogging, media sharing, social bookmarking, dan
media konten bersama atau Wiki.
Media sosial memiliki ciri kehadiran yang ditandai dengan munculnya
jaringan internet atau network. Untuk memahami masyarakat diperlukan pemahaman
terhadap integrasi dari pola arus informasi didalam jaringan tersebut. Terdapat 4
konsep yaitu allocution, consultation, registration, dan conversation. Pemahaman
akan jaringan dan bagaimana terbentuknya jaringan di media sosial pada akhirnya
membentuk masyarakat berjejaring. Dalam dunia jurnalisme, kehadiran media sosial
memulai adanya kerjasama warga dengan institusi media massa bertransformasi
menjadi suatu konsep baru yang memberikan kesempatan bagi khalayak untuk
memproduksi beritanya sendiri dan mendistribusikan melalui media sosial atau UGC.
Media sosial memiliki aturan serta etika yang juga berlaku. Etika dalam media
sosial berasal dari kata ‘net’ atau ‘network’ yang memiliki arti jaringan serta
‘netiquette’ yang memiliki arti etika. Netiquette berisi norma - norma yang
dipergunakan oleh pengguna media sosial terkait panduan, aturan, dan standar etika
dalam berperilaku dan berkomunikasi di media sosial/internet.
C. UU ITE
Undang-Undang Informasi dan Teknologi Elektronik atau yang kita kenal
dengan UU ITE diundangkan pada tanggal 21 April 2008 sebagai UU No. UU ITE
dapat diartikan sebagai cyberlaw di Indonesia, yang diharapkan dengan hadirnya UU
ITE tersebut dapat mengatur segala urusan di dalam dunia internet ,termasuk
memberikan sanksi terhadap pelaku cybercrime. Dengan demikian, pemerintah
memiliki anggapan atau pendapat bahwa UU ITE itu sendiri merupakan wujud nyata
perlindungan umum yang diberikan oleh negara kepada setiap masyarakat. Dunia
teknologi di Indonesia sudah sangat berkembang. Tentunya Indonesia perlu
menyikapi efek dari derasnya arus globalisasi tersebut sehingga, terbentuklah UU ITE
di tahun 2008. Proses terbentuknya UU ITE dimulai pada tahun 2000 tepat pada masa
kepemimpinan Presiden ke 4 kita yakni Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
Tentunya, 2 Universitas tersebut merumuskan konsep UU ITE yang pada saat
itu masih bernama konsep RUU Cyberlaw. Universitas Padjadjaran atau UNPAD
menawarkan RUU Cyberlaw yang bersifat umum yang dimana RUU tersebut
mengatur mulai dari perlindungan hak pribadi, e-commerce,persaingan usaha yang
kurang baik atau sportif, perlindungan atas konsumen dan lain-lain dan konsep RUU
Cyberlaw dari UNPAD bernama RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi .Sedangkan
Universitas Indonesia atau UI menawarkan hasil rumusan RUU Cyberlaw yang
bersifat spesifik dibandingkan konsep rumusan yang ditawarkan oleh UNPAD. Kedua
RUU tersebut sudah masuk di dalam prolegnas DPR 2010 yang kemudian
menghilang begitu saja dikarenakan UU ITE sudah dirumuskan ketika mantan
Presiden SBY memimpin. Sofyan Djalil selaku pemimpin kominfo di tahun 2005
membuat panitia kerja yang berisikan 50 orang dalam merumuskan RUU ITE yang
kemudian perumusan tersebut dilanjutkan oleh Muhammad Nuh.
Selain itu tujuan dari pembentukan UU ITE ini juga diatur dalam BAB II
Undang - Undang Nomor 11 Tahun 2008 Pasal 4 tentang ASAS DAN TUJUAN.
Undang-Undang ITE mempunyai banyak pasal. Pada Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik terdiri dari 13 bab dan 54 pasal serta terdiri dari beberapa
peraturan lainnya. Terdapat bentuk dari kejahatan cyber, yaitu:
- Akses tidak sah yang dimana terdapat penyadapan tidak sah, penipuan
transaksi elektronik, penipuan uang, penggunaan jaringan milik pihak lain.
- Konten ilegal, terdapat pornografi, pelanggaran hak cipta, terorisme virtual,
dan perjudian online.
- Data ilegal yang terdiri dari pemalsuan kartu kredit, dan penjiplakan situs.
- Sabotase siber terdiri dari perusakan data (defacing/cracking), virus (worm),
dan perusakan sistem komputer.
- Penyalahgunaan internet yang terdiri dari cyber bullying dan hoax.
D. Revisi UU ITE
Empat pasal UU ITE yang krusial dan dianggap sebagai “pasal karet”:
BAB VII tentang Perbuatan yang dilarang pasal 27 ayat (1),(2),(3), Pasal 28 ayat (1)
dan (2), Pasal 29 dan Pasal 30 ayat (1) sampai ayat (4).
Alasan Perubahan/Revisi
Setelah disahkannya UU ITE tahun 2008, UU ITE resmi menjadi
patokan hukum yang kuat dalam bermedia sosial terkhususnya di Indonesia.
Akan tetapi baru beberapa lama disahkan, UU ITE mendapatkan banyak
kritikan dari masyarakat. Ancaman - ancaman kriminalisasi menggunakan UU
ITE terkhususnya pasal pencemaran nama baik dan ujaran kebencian atau
SARA yakni di pasal 27 (3) dan 28(3). Dengan tujuan baik dibentuknya
undang-undang ini, penerapan UU ITE saat ini masih terbilang jauh dengan
asal tujuan itu. UU ITE justru sering digunakan menjadi alat pemidanaan.
Sebagian warga memakai UU ITE sebagai ’’senjata’’ untuk saling melaporkan
ke polisi. disparitas pendapat pada ruang digital digunakan menjadi indera
bukti buat memidanakan. Kegaduhan yang terjadi pada media sosial dibawa
ke meja hijau. Akibatnya, pengadilan hanya dipenuhi perkara yg berkaitan
dengan aktualisasi diri serta pendapat pada ruang digital.
Apakah setelah perubahan masih ada masalah yang muncul/pertentangan?
Setelah direvisi menjadi UU No 19 Tahun 2016 (UU ITE) tanggal 27
oktober 2016 di rapat paripurna DPR, UU ini ditetapkan untuk direvisi ulang
karena sejumlah pasal yang ada dalam UU multitafsir sehingga menjadi
polemik di masyarakat. Dengan revisi sebelumnya, dianggap belum mampu
menutupi kemungkinan terjadinya permasalahan baru.
E. Kesimpulan
UU ITE merupakan undang-undang yang dibuat dengan tujuan untuk
memperlancar penggunaan internet dan teknologi informasi sebagai sebuah sarana
dan prasarana dalam bertransaksi dan berkomunikasi secara elektronik. Bukan hanya
soal pelaku pelanggaran, UU ITE juga bertanggung jawab atas kecelakaan yang
terjadi di dalam dunia internet dalam negeri. Dengan UU ITE yang sudah beberapa
kali direvisi, tentunya akan menghasilkan peraturan atau regulasi yang lebih matang
pula sehingga dengan demikian keamanan dalam menggunakan internet tentunya
lebih terjamin kedepannya terutama di dalam bidang informasi dan transaksi itu
sendiri
sangat membantu kak. makasih
BalasHapusSama-sama ya
Hapus