KEBIJAKAN KOMUNIKASI DI BIDANG PENYIARAN II : TELEVISI & FILM

Photo by Noom Peerapong on Unsplash

FILM

Kebijakan Perfilman Era Belanda

Awal mula masuknya perfilman di Indonesia dimulai pada dekade 1900-an yang saat itu merupakan film-film Amerika dan Eropa. Kemudian film Indonesia pertama kali diproduksi pada tahun 1920-an. Masuknya film dari luar ke Indonesia memunculkan Komisi Film Hindia Belanda pada tahun 1926 sebagai penyensor film yang dikhawatirkan berdampak buruk bagi orang Indonesia di kelas pendidikan rendah. Sebelum itu, pada tahun 1916 terbentuklah kebijakan perfilman oleh pemerintah Hindia Belanda yang bernama Ordonansi Film. Kebijakan tersebut mengatur tentang film dan penyelenggaraan usaha bioskop. Ordonansi Film mengalami tujuh kali pembaruan dalam kurun waktu 24 tahun.

Kebijakan Perfilman Era Jepang

Setelah Belanda menyerahkan diri pada 8 Maret 1942, Komisi Film dibubarkan dan Jepang mengambil alih ANIF dan digantikan dengan Nippon Eiga Sha. Film yang diproduksi oleh Nippon Eiga Sha merupakan alat propaganda perang Jepang. Contoh filmnya adalah film Kota Berdjoang dan film Shanghai Rikusentai. Pada masa ini film-film Amerika tidak diperbolehkan tayang kecuali didalamnya terdapat Kejahatan Barat serta Pertemanan dengan Asia. Beberapa poin kebijakan perfilman pada era ini:

Terdapat penekanan persahabatan antara bangsa Jepang bersama bangsa Asia lainnya dan pembelajaran Jepang.
  •  Film berunsur pemujaan juga pengabdian kepada bangsa.
  • Menggambarkan operasi militer dan menunjukkan kehebatan militer Jepang.
  • Bangsa Barat digambarkan kejahatan-kejahatannya.
  • Menekankan nilai-nilai moral Jepang, seperti pengorbanan, kasih ibu, persahabatan, penghormatan terhadap orang tua, dan lain-lain.

Kebijakan Perfilman Era Orde Lama

Pada era ini terdapat film Darah Doa yang berisikan mengenai sejarah pemberontakan yang terjadi di Madiun pada 1948. Banyaknya adegan yang disensor membuat Usmar Ismail selaku pembuat film menjadi berhati-hati untuk membuat film. Pada tahun 1951-1952 banyak film yang mengangkat eks-pejuang revolusi setelah perang yang lagi lagi banyak adegan yang disensor oleh pemerintah. Hal ini dikarenakan pemerintah menginginkan bangsa Indonesia terlihat modern dan maju sehingga menutupi hal tradisional seperti takhayul. Tahun 1948 kembali diberlakukannya Ordonansi Film 1940 yang disempurnakan. Agustus 1964, terbitlah penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1964 yang menegaskan bahwa film bukan sekedar barang dagang melainkan alat penerangan. Surat Keputusan Menteri Penerangan Nomor 46/SK/M tahun 1965 mengatur bahwa penyelenggaraan sensor film dilakukan oleh lembaga Badan Sensor Film yang mewajibkan seluruh  program harus memiliki Surat Tanda Lulus Sensor.

Kebijakan Perfilman Era Orde Baru

Orde baru mewarisi sifat dasar medium filmis yang dikontrol dibawah departemen penerangan. Hingga 1964, wewenang negara atas sinema dipegang 4 departemen berbeda, yakni pendidikan dan kebudayaan, perdagangan, penerangan, serta industri. Hadirnya inpres tahun 1964, menyebabkan departemen penerangan bertanggung jawab pada seluruh aspek perfilman. Departemen penerangan di tahun 1978 ada dibawah tanggung jawab menteri koordinator keamanan. Sinema dalam aparatur negara menekankan tiga fungsi: pengaruh, informasi, serta media . SK tahun 1975 mengharuskan tiap bioskop memutar film indonesia minimal 2 kali tiap bulan. Ini memberi keamanan untuk film Indonesia. Faktor dalam pasar film internasional barangkali memicu minat MPEAA terhadap pasar Indonesia. Sinema hanyalah bentuk monopoli media keluarga Soekarno yang kontroversial. Tahun 1989 seluruh televisi swasta berada ditangan para kerabat presiden.

Sensor Pemerintah Badan Sensor Film (BSF) ialah institusi perfilman Indonesia paling tua dan tangguh. Tiap film yang diproduksi atau diimpor ke Indonesia harus ditunjukan pada BSF untuk kemudian disaksikan komite yang umumnya terdiri atas 3 anggota. Tahun 1975, BAPFIDA didirikan di tingkat provinsi. BAPFIDA bertanggung jawabnya menyensor film yang akan diputar di provinsi yang ditempatinya. Kriteria Sensor
Nyaris sepanjang sejarahnya, sensor didasarkan pada ordonansi Belanda. 1940 yang secara resmi menyatakan “memberantas bahaya-bahaya kesusilaan dan bahaya kemasyarakatan yang berkaitan dengan pertunjukkan film” (Sekretariat BSF, 1978). Ordonansi ini menegaskan setiap film harus diuji lewat 3 perspektif yaitu moral, keamanan publik, dan apakah film tersebut kasar atau berpengaruh buruk. Tahun 1977, pedoman sensor disahkan melalui SK menteri. Lebih lanjut, tahun 1980 Pedoman BSF sendiri dalam Kode Etik Badan Sensor Film yang ditindaklanjuti, dalam Kode Etik Produksi Film Nasional tahun 1981. 1968, Surat Keputusan Menteri Penerangan Nomor 44/SK/M/1968 menetapkan BSF berkedudukan di Jakarta dan bersifat nasional.
Kebijakan Perfilman Era Reformasi-Sekarang
Ketika Departemen bubar tahun 1999, pemerintah menempatkan LSF dalam lingkungan Departemen Pendidikan Nasional. Tahun 2000, Lembaga Sensor Film pindah ke Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Kemudian Tahun 2005, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata berubah menjadi Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata dan kelahiran UU No. 33 Tahun 2009 tentang perfilman. Era reformasi ini, film tidak digunakan sebagai alat propaganda lagi. Ditunjukan dari penghentian film Janur Kuning, G30S/PKI, dsb.Tahun 1999, UU Perfilman juga mengalami revisi, yaitu UU No. 8 Tahun 1992 menjadi UU No.33 Tahun 2009.

TELEVISI

Penyiaran Televisi di Indonesia Masa Orde Lama

Siaran percobaan yang berhasil dilakukan Indonesia adalah TVRI, pada 17 Agustus 1962. Tahun 1963 TVRI merupakan satu-satunya lembaga berwenang mendirikan stasiun televisi di Indonesia dan menyeleksi alat-alat televisi. TVRI juga berfungsi sebagai badan penyelidikan dan penelitian dalam perkembangan penyiaran televisi (Panjaitan, 1999, h. 3-4). Dalam pasal keppres, diantaranya berisi tugas harian TVRI, yaitu Pemimpin Umum dan Direksi.Pemimpin umum diketuai Presiden RI dibantu Staf Presiden Urusan TVRI. Masa jabatan anggota direksi 5 tahun. Direktur bertanggung jawab kepada Staf Presiden Urusan TVRI. Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden No. 218 Tahun 1963 tanggal 20 Oktober 1963 tentang Pemungutan Sumbangan Iuran untuk Membantu Pembayaran Yayasan TVRI. Setelah itu, lahir pula keputusan Menteri Penerangan No. 230A Tahun 1984 tentang organisasi dan tata laksana Departemen Penerangan. Terdapat Direktorat Jenderal Radio, Televisi dan Film yang bertugas melaksanakan tugas pokok Departemen Penerangan. 

Penyiaran Televisi di Indonesia Masa Orde Baru

TVRI merupakan satu-satunya pelaku penyiaran pada masa orde baru dan hal tersebut tertulis pada Keppres Nomor 215 tahun 1963. Salah satu alasannya ialah TVRI adalah suatu bentuk yayasan bersifat swasta dan bukan dari negara. Adanya pembaruan pada tahun 1986 dengan munculnya kebijaksanaan baru oleh Menteri Penerangan RI lewat keputusan Menteri Penerangan Nomor 167/B/KEP/MENPEN/1986 mengenai penyelenggaraan siaran televisi di Indonesia, yang terdiri dari siaran televisi, siaran relay yang harus terintegrasi pada keseluruhan proyek pembangunan pertelevisian, antena parabola yang harus meminta izin terlebih dahulu jika diperbolehkan, sistem distribusi, dan sistem closed circuit yang dimanfaatkan untuk keperluan atau kepentingan pendidikan serta ilmu pengetahuan sehingga tidak memerlukan izin. Pemerintah Daerah maupun instansi resmi diizinkan untuk ikut campur dalam pengembangan prasarana pada pertelevisian Indonesia. 

Perubahan yang terjadi pada orde baru termasuk dalam loncatan penyiaran televisi di Indonesia sehingga bisa dibandingkan dengan Keppres Nomor 215 yang ada pada tahun 1963 sehingga menjadi penanda bahwa TVRI bukan lagi satu-satunya penyiaran tunggal pada pertelevisian Indonesia. Akan tetapi, perubahan ketentuan ini dianggap masih samar-samar karena masih belum memiliki peraturan yang tegas, seperti dalam pasal dua mengatur kewenangan penyelenggaraan siaran televisi yang hanya ada pada Pemerintah dalam hal ini adalah Departemen Penerangan. Direktorat Televisi Departemen Penerangan memberikan wewenang kepada Yayasan TVRI untuk menyelenggarakan siaran saluran terbatas dalam wilayah Jakarta dan sekitarnya. Tidak lama pengaturan tersebut dikeluarkan, lahirlah televisi swasta pertama yaitu RCTI.

Kebijakan Penyiaran di Era Kemitraan (1997-Sekarang)

Hukum Penyiaran bisa dilihat dari munculnya UU No. 24 Tahun 1997 yang mengatur segala macam hal mengenai penyiaran. Pada era tersebut muncullah KPI atau Komisi Penyiaran Indonesia yang berperan untuk melakukan pengujian sensor mengenai layak atau tidaknya suatu siaran. KPI juga melakukan penetapan P3 (Pedoman Perilaku Penyiaran) untuk membatasi produksi siaran, serta menetapkan SPS. Perlu adanya undang-undang untuk bisa membahas penyiaran agar terhindar dari munculnya dampak negatif dari adanya perkembangan arus informasi yang pesat.

Komentar

  1. Makasih rangkumanya ka

    BalasHapus
  2. Ok, i see. Jadi sensor yg dilakuin lsf bkn cuma 'blur' atau darah yg biasanya dijadiin monokrom. Adegan yg dicut juga masuk ke upaya sensor tsb. Tp mau nanya nih, kalau film 'uncut' itu ga ada campur tangan lsf ya? Trus kenapa yg 'uncut' bisa ditayangin di bioskop? Konteks: film kkn desa penari. Kalau cuma perbedaan adegan trus yg uncut dikasih rating 17+ knp film film lainnya ga usah di cut trus cuma dikasih rating aja?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thanks for your question. Cut di beberapa scene film juga masuk ke penyensoran yang dilakukan oleh LSF. Untuk kasus film KKN di Desa Penari Uncut, kami telah mencari data di data sensor melalui website LSF. Ternyata juga terdapat KKN di Desa Penari Uncut dengan rating 17+ di data tersebut. Jadi, dapat dikatakan film Uncut ini sudah masuk ke tangan LSF kemudian diganti dari rating 13+ menjadi 17+. Untuk film-film lainnya itu tergantung kebijakan Production House dan tim ya. Apakah mereka akan menyiarkan versi uncut tetapi ratingnya diganti sesuai kebijakan LSF, atau tetap menayangkan film yang telah disensor dari LSF. Dengan catatan masyarakat yang ingin menonton harus bijaksana dan menaati batasan umur yang telah ditetapkan oleh LSF. Terima kasih. Data sensor bisa diakses melalui: https://lsf.go.id/layanan-sensor/#

      Hapus
  3. terima kasih rangkumannya, singkat dan saya mudah dipahami jadinya

    BalasHapus
  4. Mantap penjelasannya, jadi paham. Terimakasih

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer